Sejak pendidikan SD, SMP, SMA sampai perguruan
tinggi selalu ada mata pelajaran Bahasa Indonesia, tetapi ruang publik kita
masih saja bermasalah dengan bahasa nasional ini. Kata dan ungkapan makian kian
marak terutama di dunia digital. Bahasa Indonesia juga tergerus dengan masifnya
bahasa prokem atau bahasa gaul yang tumbuh subur menyasar anak-anak gen Z dan
gen Alfa.
Hal itu terungkap dalam forum SUMBU
TENGAH Edisi 3 yang digelar di Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Timur,
Samarinda pada Senin (28/7/2025).
Narasumbernya ada tujuh orang, yaitu
Felanans Mustari, Muhammad
Tirta Artesian, Jacinta Maharani Mulawarman, Celine Huang, Cinzy
Grace, dan Muhammad Sarip. Acara dibuka oleh Kepala Balai Bahasa, Asep Juanda,
dengan pewara Muhammad Abdan Dzul Arsyil Majid dan Bernike Gloria Nodeak serta
dipandu oleh founder SUMBU TENGAH, Rusdianto.
“Misalnya dalam game online, bahasa para
pemainnya penuh dengan umpatan seisi kebun binatang, dan mereka ini entitas
yang banyak pelakunya terutama kaum muda,” ungkap Felanans yang meraih medali
emas cabang esport Pekan Olahraga Wartawan Nasional XIV 2024.
Menurut Pemimpin Redaksi Kaltimkece.id.
tersebut, di Jepang bahasa nasional mereka hanya diujikan kepada penutur
non-Jepang.
“Tapi di Indonesia malah ada UKBI atau
Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia untuk WNI di luar pendidikan formal sekolah,”
ujar Felanans.
Rusdianto, jurnalis yang menciptakan lagu
“Tapi Ini Samarinda” menyoroti penggunaan diksi-diksi baru yang diciptakan
dengan sengaja untuk menggantikan diksi yang telah ada dalam KBBI.
“Sebagai contoh lawan kata haus di KBBI
adalah palum. Tapi ada pengguna TikTok yang membuat kata galgah dan
diikuti oleh banyak orang,” sebut Rusdi.
Tirta yang terpilih sebagai Duta Baca
Kaltimtara 2025 berpendapat, pembuatan diksi baru bahasa Indonesia kadang ada
yang diterima publik dan ada yang ditolak.
“Ivan Lanin membuat kata tagar
untuk padanan _hashtag_. Tagar cukup diterima. Tapi ada diksi misalnya tetikus
untuk mouse. Jarang ada yang mau memakai tetikus,” ungkap Tirta.
Sementara itu di luar ruang formal,
Jacinta yang juga Duta Bahasa Kaltimtara mengaku kadang mendapat perlakuan
berbeda dengan temannya yang lain.
“Kita memang berbahasa sesuai tempatnya.
Tapi sebagai Duta Baca, kadang saya di tongkrongan diejek sambil bercanda
karena menggunakan bahasa Indonesia yang baku. Kadang saya tetap meneruskannya
supaya teman-teman juga tahu ragam bahasa yang benarnya,” ungkap mahasiswa
Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman tersebut.
Tidak hanya bahasa lisan, problematika
bahasa juga terjadi bahasa tulisan. Sejarawan publik Muhammad Sarip
mengungkapkan, dirinya menerima kritik dari kalangan muda mengenai karya
bukunya terdahulu.
“Beberapa diksi atau ungkapan di buku
saya yang lama ternyata ada yang tidak dipahami oleh kaum muda. Mereka lebih
mudah paham ketika disebutkan padanannya dalam bahasa Inggris, ketimbang
menggunakan diksi versi KBBI. Makanya pada buku terakhir saya, khususnya Histori
Kutai dan Historipedia Kalimantan Timur, saya berkolaborasi dengan
kawan muda yang sangat paham bahasa komunikasi di kalangan gen Z,” ungkap
Sarip.
“Buku yang terbit tahun lalu, Historipedia
Kalimantan Timur, bahasanya juga masih terasa milenial, kurang gen Z,”
kritik Utih Arum Zahra, founder Kombaca Samarinda yang hadir di SUMBU TENGAH
Edisi 3.
Sarip menyatakan, bahasa merupakan satu
dari tujuh unsur kebudayaan yang fungsinya untuk mempertahankan keberlangsungan
hidup manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi bersifat dinamis sesuai
perkembangan zaman.
“Dulu di timur Kalimantan ini pernah
digunakan bahasa Sanskerta untuk prasasti tertua yang ada di Kepulauan
Nusantara. Tapi zaman sekarang bahasa Sanskerta boleh dibilang nyaris punah
karena tidak ada lagi penuturnya di sini. Begitu pula bahasa daerah yang juga
dinamis karena penuturnya berinteraksi dengan multietnis dan bercampur dengan
bahasa Indonesia,” papar Sarip.
Seorang peserta dari guru SD Negeri di
Samarinda, Alma Fadilla Putri, membagikan kisahnya ketika mengajar bahasa
Indonesia di kelas 2. Dia menerangkan definisi “sahabat” dengan kalimat uraian,
siswa banyak yang tidak memahami maknanya.
“Tapi ketika saya bilang sahabat itu bestie,
anak-anak langsung paham,” ujar Alma.
Pengalaman Alma ditanggapi oleh Duta Baca
Remaja Kota Samarinda, Celine Huang. Menurut pelajar SMA ini, realitas
komunikasi pada generasi dia umumnya seperti itu.
“Cara yang dilakukan oleh guru dalam
menjelaskan pelajaran kepada siswa sekarang memang harus menyesuaikan,” tutur
Celine.
“Tapi dilematisnya, guru terikat dengan
regulasi pemerintah tentang etika berbahasa dan silabus pendidikan,” tandas
Sarip.
Di bagian akhir forum, Cinzy Grace yang
seorang ventrilokuis alias seniman ilusi suara menampilkan cerita dongeng
dengan bonekanya yang bernama Cinoy. Cinzy mengekspresikan cerita tutur pesut
mahakam dengan dialog menarik bersama Celine.
SUMBU TENGAH tidak sekadar menampilkan
aksi ventrilokuis, tapi juga menyediakan ruang bicara kepada si penampil
sebagaimana narasumber lainnya. Cinzy diberikan kesempatan yang sama untuk
merespons opini yang muncul dalam forum, baik dari sesama narasumber maupun
dari audiens.
“Ventrilokuis itu berbicara dengan
menggunakan media seperti boneka tanpa menggerakkan bibir. Biasanya memakai
suara perut,” kata Cinzy.
Bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai
bahasa resmi Konferensi Umum UNESCO (The United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization) pada 2023.
“Penggunaan bahasa itu seperti pakaian.
Ada tempatnya masing-masing,” kata Kepala Balai Bahasa Kaltim.
SUMBU TENGAH dengan akronim Solidaritas
Usaha Membina Budaya Ucap, Tulis, Ekspresi, Nalar, Gagasan, Ajaran, dan Hikmah
pada forum edisi 3 memberikan zine atau buletin cetak SUMBU TENGAH kepada
seluruh peserta yang hadir.
.jpg) |
Ventrilokuis Cinzy Grace menampilkan cerita pesut mahakam bersama Duta Baca Remaja Samarinda Celine Huang di SUMBU TENGAH Edisi 3 (foto Muhammad Fajar Saputra) |